Kamis, 14 Mei 2009

kualitas hadits-hadits perkawinan

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Hidup manusia dimuka bumi ini sudah digariskan untuk saling mendukung,saling memenuhi,dan tergantungantara yang satu dengan yang lainnya.Tidak benar jika dengan prinsip individualisme yang diberlakukan,lantas manusia bisa memenuhi segala keperluan dan kepentingannya.Adanya ketergantungan antara lain jenis (Gender) juga merupakan kebutuhan mendasar yang antara lain dapat dipenuhi melalui lembaga perkawinan.



Soemiyati[1] menjelaskan hukum perkawinan dalam agama islam mempunyai kedudukan yang sangat penting,oleh karena itu peraturan-peraturan tentang perkawinan ini diatur dan diterangkan dengan jelas dan terperinci.Hukum perkawinan islam pada dasarnya tidak hanya mengatur tata cara pelaksanaan perkawinan saja,melainkan juga mengatur segala persoalan yang erat hubungannya dengan perkawinan.Misalnya,hak-hak dan kewajiban suami istri,pengaturan harta kekayaan dalam perkawinan ,cara-cara untuk memutuskan perkawinan,biaya hidup yang harus diadakan setelah putusannya perkawinan dan lain-lain.

Dari Latar belakang tersebut, Makalah ini akan membahas tentang Hadits-Hadits Perkawinan (Mahar ,Wali,Saksi,Kafa’ah,Thalaq,Nafaqoh dan Hadhanah).

B.Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalahnya adalah :

1.Apa saja Hadits-Hadits Perkawinan (Mahar ,Wali,Saksi,Kafa’ah,Thalaq,Nafaqoh dan Hadhanah)?

2.Bagaimana Kualitas Haditsnya ?

3.Bagaimana Interpretasinya ?

C.Tujuan Masalah

1.Mengetahui Hadits-Hadits Perkawinan (Mahar ,Wali,Saksi,Kafa’ah,Thalaq,Nafaqoh dan Hadhanah)?

2.Mengetahui Kualitas Hadits

3.Mengetahui Interpretasi Kandungannya.

BAB II

PEMBAHASAN

Hadits-Hadits Perkawinan (Mahar ,Wali,Saksi,Kafa’ah,Thalaq,Nafaqoh dan Hadhanah)

A.Hadits Tentang Mahar

1.Teks Hadits[2]

2.Kosakata

a.Memerdekakan

b.Mas Kawin (Mahar)

3.Terjemah

” Berkata kepada kami Qutaibah Bin Sa’id berkata kepada kami Hamad dari sabit dan syuaib bin Habhab dari anas bin malik bahwasanya rosululloh SAW telah memerdekakan Shafiyah dan beliau jadikan kemerdekaannya sebagai mas kawin (Mahar)” (H.R. Bukhori dan Muslim)

4.Riwayat Perawi

a) Bukhori[3]

Al-Bukhori adalah Abu abdullah muhammad ibn ismail ibn ibrahim ibn al-mughirah al ja’fiy.

Beliau meriwayatkan hadits dari segolongan penghafal hadits diantaranya ialah,makky ibn ibrahim al balakhy,’abdan ibn usman al Marwazy,’abdulah ibn musa al qaisy,abu ’asim asy Syaibany,Muhammad ibn ’abdullah al-anshary,muhammad ibn yusuf al Firyabi,Abu Nua’im al Fadl ibn Dikkien,’aly ibnul madiny,ahmad ibn hambal,yahya ibn ma’ien,Isma’il ibn Idris al madany,Ibn Rahawaih dan lain-lain.

Beliau telah membuat suatu Trace baru yang kuat bagi hadits,yakni membedakan antara hadits yang shahih dan tidak,sedangkan kitab-kitab sebelumnya ,tidak berbuat demikian,hanya mengumpulkan hadits yang sampai kepada pengarang kita,sedang pembahasan perawi-perawinya diserahkan kepada orang-orang yang akan mempelajarinya saja.

Al-Bukhary mempunyai daya hafalan yang sangat kuat istimewa dalam bidang hadits.Dalam masa kanak-kanak beliau telah menghafal 70.000 (Tujuh Puluh Ribu) hadits,lengkap dengan sanadnya.

Beliau mengetahui hari lahir,hari wafat dan tempat-tempat para perawi hadits dan dicatatnya pula apa yang beliau hafal itu.

Beliau mempunyai keahlian dalam berbagai bidang ilmu hadits.

Beliau dilahirkan di Bukhara sebagai seorang anak yatim,pada tahun 194 H/810 M.Wafat pada tahun 256 H/870 M.

b) Muslim[4]

Muslim ialah Abul Husain Muslim ibn al Hajjaj ibn Almuslim Al-Qusyairy an Naisabury,salah seorang imam hadits terkemuka.Beliau meriwayatkan hadits dari yahya ibn Yahya an naisabury,ahmad ibn hambal,Ishaq ibn Rahawaih dan ’Abdullah ibn Maslamah al Qa’naby,Al Bukhary dan lain-lain.

Para ulama berkata :’Kitab Muslim adalah kitab yang kedua sesudah kitab Al-Bukhory dan tak ada seorangpun yang menyamai Al Bukhory dalam bidang mengeritik sanad-sanad hadits dan perawi-perawinya selain dari Muslim.

Beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan Wafat di Naisabury pada tahun 261 H.

5.Interpretasi Kandungan Hadits Beserta Hadits Lainnya

“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa’ : 4][5]

Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan.

Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.

Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan mahar, bahkan dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses pernikahan.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.”[6]

‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” [7]

Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya.[8]

6.Kualitas Hadits

Hadits diatas Shohih Karena tidak bertentangan dengan ayat yang ada di Alqur’an.

B.Hadits Tentang Wali

1.Teks Hadits[9]

2.Kosa Kata

a. Tidak Sah :

b.Wali :

3.Terjemah

Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." Riwayat Ahmad dan Imam Empat.

4. Riwayat Perawi

a) Ahmad ibn hambal[10]

Ahmad ibn Hambal ialah Abu abdullah ahmad ibn muhammad ibn hambal ibn hilal ibn asad asy syaibany al marwazy,berasal dari Maru.Ibunya dalam keadaan mengandungnya pergi ke Baghdad dan lahirlah dia disana.

Beliau mula-mula belajar di Baghdad kemudian melawat keberbagai kota untuk mencari hadits.

Beliau meriwayatkan hadits dari basyar ibn almufadlal,ismail ibn ’Ulaiyah,Sufyan ibn ’Uyainah,Yahya ibn Sa’id al-Qhattan,abu daud at thayalisiy,as syafi’iy,mu’ytamir ibn sulaiman dll.

Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh tokoh-toh besar dalam ilmu hadits,diantaranya ialah Al-Bukhory,Muslim,Abu Daud,Ibn Mahdi,As Syafi’iy,abul walid,abdur razaq,waqie yahya ibn ma’in,Ali ibn Madiny dan alhusain ibn mashur.Perawi-perawi hadits dari padanya,ada yang menjadi guru-gurunya teman sejawatnya dan muridnya.

Beliau adalah seorang ulama yang mengetahui benar-benar mazhab sahabat-sahabat dan tabi’in.

Beliau dilahirkan di baghdad pada bulan robi’ul awal tahun 164 H,dan meninggal pada bulan robi’ul awal tahun 241 H.

5.Interpretasi Kandungan Hadits Beserta Hadits Lainnya

Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman[11].

Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”[12]

Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [13]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [14]

Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.

Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas yang shahih dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman:
"Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]

Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), yaitu satu riwayat berikut ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka,” al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,
“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa ‘iddahnya telah berlalu, laki-laki itu (mantan suami) datang untuk meminangnya kembali. Aku katakan kepadanya, ‘Aku telah menikahkan dan mengawinkanmu (dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu engkau menceraikannya. Sekarang engkau datang untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak boleh kembali kepadamu selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang baik, dan wanita itu pun menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat ini: ‘Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka.’ Maka aku berkata, ‘Sekarang aku akan melakukannya (mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.’” Kemudian Ma‘qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.[15]

Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits ini merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad nikah. Artinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda. Dalam hadits ini, Ma’qil bin Yasar yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat, bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat sahnya nikah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih tentang disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat demikian. Mereka berpendapat bahwa pada prinsipnya wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas tentang perwalian. Jika tidak, niscaya penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada di bawah perwaliannya) tidak ada artinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak menikahkan dirinya, niscaya ia tidak membutuhkan saudara laki-lakinya. Ibnu Mundzir menyebutkan bahwa tidak ada seorang Shahabat pun yang menyelisihi hal itu.”[16]

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’”[17]

Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, “Tidak halal bagi wanita untuk menikah, baik janda maupun gadis, melainkan dengan izin walinya: ayahnya, saudara laki-lakinya, kakeknya, pamannya, atau anak laki-laki pamannya...” [18]

Imam Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah tidak sah kecuali dengan wali. Wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri, tidak pula selain (wali)nya. Juga tidak boleh mewakilkan kepada selain walinya untuk menikahkannya. Jika ia melakukannya, maka nikahnya tidak sah. Menurut Abu Hanifah, wanita boleh melakukannya. Akan tetapi kita memiliki dalil bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”

Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan
Apabila pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda, maka diminta persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan jika wanita tersebut seorang gadis, maka diminta juga ijinnya dan diamnya merupakan tanda ia setuju.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta perintahnya. Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta ijinnya.” Para Shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah ijinnya?” Beliau menjawab, “Jika ia diam saja.”[19]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadu bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia ingin membatalkannya)[20].

6. Kualitas Hadits

Hadits diatas adalah Hadits shahih menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya hadits mursal.

Hadits ini shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2085), at-Tirmidzi (no. 1101), Ibnu Majah (no. 1879), Ahmad (IV/394, 413), ad-Darimi (II/137), Ibnu Hibban (no. 1243 al-Mawaarid), al-Hakim (II/170, 171) dan al-Baihaqi (VII/107) dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu.

C.Hadits Tentang Saksi

1.Teks Hadits[21]

2. Kosa Kata

a) Nikah

b) Wali

c)Saksi

3. Terjemah

Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin: "Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi."

4. Riwayat Perawi

Hadits ini di riwayatkan Ahmad[22]

5.Interpretasi Kandungan Hadits Beserta Hadits Lainnya

Saksi dimasukan kedalam rukun nikah,perlunya saksi[23] dalam perkawinan adalah :

a.Untuk menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan polisi atau orang lain terhadap pergaulan mereka

b.Untuk menguatkan janji mereka berdua,begitu pula terhadfap keturunannya.

6.Kualitas Hadits

Hadits ini Marfu’.

D.Hadits Tentang Kafa’ah

1.Teks Hadits

2. Kosa Kata

a) Sama Derajat

b) Tukang Tenung

c) Tukang Bekam

3. Terjemah

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bangsa Arab itu sama derajatnya satu sama lain dan kaum mawali (bekas hamba yang telah dimerdekakan) sama derajatnya satu sama lain, kecuali tukang tenung dan tukang bekam." Riwayat Hakim dan dalam sanadnya ada kelemahan karena ada seorang perawi yang tidak diketahui namanya. Hadits munkar menurut Abu Hatim.

4. Riwayat Perawi

a)al-Hakim

Al-hakim ialah Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah ibn Muhammad ibn handawaihi ad dlabby an Naisaburi yang terkenal dengan nama ibnul baiyyi dan al-hakim,seorang imam dan ulama-ulama hadits dimasanya dan seorang penyusun kitab yang belum ada serupa itu sebelumnya.

Diantara kitab-kitab hasil karyanya adalah :Ma’rifatul hadits,al madkhal ‘ala ilmi shohih,al-mustadrak ‘ala shahihain dan fadlailul imami safi’i.

Beliau dilahirkan pada bulan robi’ul awal tahun 321 H di Naisabur dan wafat disitu pula pada tahun 405 H.Beliau terkenal dengan nama Al-Hakim lantaran pernah menjadi Qadh (Hakim).

5.Interpretasi Kandungan Hadits Beserta Hadits Lainnya

Kafa’ah artinya setaraf,seimbang atau keserasian/kesesuaian.Kafa’ah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami-istri,tetapi tidak menentukan sah atau tidaknya pernikahan.Kafa’ah adalah hak bagi wanita atau walinya.karena suatu pernikahan yang tidak seimbang,setaraf atau serasi akan menimbulkan problem berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian.Oleh karena itu,boleh dibatalkan.kafa’ah mencakup :Agama,keturunan,jasmani/rohani,usia,kedudukan,derajat (budak/merdeka).

Hadits diatas dinilai lemah oleh para ulama karena dalam periwayatannya terdapat salahsatu perawi yang tidak disebutkan.Dari sinilah kemudian timbul perbedaan pendapat dikalangan ulama mazhab tentang hal yang berkaitan dengan masalah ukuran kafa’ah.

Hadist tersebut menjadi dalil bahwa orang arab itu sama cocok dan sesuai dengan yang lainnya.Dan sesungguhnya para hamba sahaya tidak sesuai dengan mereka.Ulama berselisih pendapat tentang keharusan sesuai (Kufu”) dengan perbedaan pendapat yang banyak.Pendapat yang kuat[24] adalah pendapat Zaid bin Ali.Dan diriwayatkan dari umar,ibnu mas’ud,ibnu sirin dan umar bin abdul aziz serta dalam satu dari pendapat an-Nahir bahwa yang perlu diperhatikan ialah agamanya,berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13.

Artinya :Hai manusia,sesungguhnya kami menciptakan kaum dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu sekalian disisi Allahadalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.

Di dalam Alqur’an tidak terdapat konsepsi kafa’ah yang berada dalam dalam fiqih produk fuqoha’.Dalam Al-qur’an Alloh hanya menyarankan untuk kawin dengan orang yang dicintai dan melarang kawin dengan orang yang berlainan agama.Sebagaimana dalam firmannya :

Artinya :Janganlah engkau nikahi orang-orang musyrik itu sehingga mereka beriman. (Al-baqoroh :221)

Dalam ayat lain disebutkan bahwa wanita yang harus dinikahi adalah wanita yang dicintai dan disayangi seperti yang termaktub dalam surat annisa’ ayat 3 yang berbunyi :

Artinya :Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (Bilamana kamu mengawininya),maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua,tiga dan empat.Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang saja,atau budak-budak yang kamu miliki.Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Didalam ayat tersebut dapat dipahami setidak-tidaknya dari tiga aspek ,Pertama,adanya prinsip keadilan yang harus dijunjung tinggi bagi laki-laki yang mengawini perempuan lebih dari seorang,kedua bahwa perkawinan harus dilandasi oleh prinsip cinta kasih atau ada rasa menyukai masing-masing pesangannya,ketiga,adanya kesederajatan atau prinsip egaliter dalam perkawinan yang dibuktikan dengan tidak dibedakannya status budak daripada manusia lainnya untuk dikawini.

6.Kualitas Hadits

Hadits tersebut adalah Do’if (Lemah) karena dalam salahsatu periwayatannya ada salahsatu perawi yang tidak disebutkan Dan bertentangan dengan Al-Qur’an sural al-Hujarat ayat 13,bahwa Alloh tidak memandang seseorang kecuali ketaqwaannya.

F. Hadits Tentang Talaq

1.Teks Hadits (Syarat Dan Proses Talaq)[25]

Dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya ketika sedang haid pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Lalu Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Perintahkan agar ia kembali padanya, kemudian menahannya hingga masa suci, lalu masa haid dan suci lagi. Setelah itu bila ia menghendaki, ia boleh menahannya terus menjadi istrinya atau menceraikannya sebelum bersetubuh dengannya. Itu adalah masa iddahnya yang diperintahkan Allah untuk menceraikan Allah untuk menceraikan istri." Muttafaq Alaihi.

2.Penjelasan

Talaq ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafadz yang tertentu,misalnya suami berkata terhadap istrinya :”Enkau telah kutalaq”,dengan ucapan ini ikatan nikah menjadi lepas,artinya suami isteri jadi bercerai.

Talaq dibagi dua yaitu :

a)Talaq Raja’I

Yaitu Talaq yang suami boleh ruju’ kembali pada bekas istrinya dengan tidak perlu melakukan perkawinaN (Aqad) baru,asal isterinya masih didalam ‘iddahnya seperti talaq satu dan dua.

b.Talaq Ba’in ialah talaq yang suaminya tidak boleh ruju’ kembali kepada bekas istrinya,melainkan mesti dengan aqad baru.

Talaq bai’in dibagi dua yaitu :

1.Ba’in sugra (kecil) seperti talaq tebus (Khulu’) dan mentalaq isterinya yang Belem dicampuri.

2.Ba’in Kubro (besar) yaitu talaq tiga.

G.Hadits Tentang Nafaqoh Dan Aldana

1.Teks Hadits Tentang Nafaqoh[26]

’Aisyah Radiyallohu ’anhu berkata :Hindun binti utbah istri abu sufyan masuk menemui rosullulloh SAW dan berkata :Wahai Rosullulloh,sungguh abu sufyan adalah orang yang pelit.Ia tidak memeberiku nafkah yang cukup untuk anak-anakku kecuali aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.apakah yang demikian itu aku berdosa?beliau bersabda :”Ambilah dari hartanya yang cukup untukmu dan anak-anakmu dengan baik”.Muttafaq ’Alaih.

2.Teks Hadits Tentang Hadlanah[27]

Dari Abdullah Ibnu Amar bahwa ada seorang perempuan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, susuku yang memberinya minum, dan pangkuanku yang melindunginya. Namun ayahnya yang menceraikanku ingin merebutnya dariku. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Engkau lebih berhak terhadapnya selama engkau belum nikah." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim.

BAB III

KESIMPULAN

1. Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan.Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.

2. Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman

3.saksi dmasukan kedalam rukun nikah,perlunya saksi dalam perkawinan adalah :

a.Untuk menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan polisi atau orang lain terhadap pergaulan mereka

b.Untuk menguatkan janji mereka berdua,begitu pula terhadfap keturunannya.

4. Kafa’ah artinya setaraf,seimbang atau keserasian/kesesuaian.Kafa’ah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami-istri,tetapi tidak menentukan sah atau tidaknya pernikahan.Kafa’ah adalah hak bagi wanita atau walinya.karena suatu pernikahan yang tidak seimbang,setaraf atau serasi akan menimbulkan problem berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian.Oleh karena itu,boleh dibatalkan.kafa’ah mencakup :Agama,keturunan,jasmani/rohani,usia,kedudukan,derajat (budak/merdeka).

5. Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami ,macam-macam thalak : Khulu’,ila’,dzihar,li’an.

6. Nafakoh adalah kewajiban bagi suami kepada istri artinya istri berhak memperoleh nafaqoh.Dan Hadlanah adalah memelihara anak dan mendidiknya dengan baik.

7.Kualitas Hadits-Hadits tentang pernikahan bermacam-macam;ada yang sohih ada yang dho’if.


[1] Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam Dan Udang-Undang Perkawinan (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan),Liberty,Yogyakarta,1986,h.3-4

[2] Abi Abdilah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori,Matan Masykul Al-Bukhori,Juz III,h.241,Percetakan Maktabah Usaha Semarang Indonesia,Tanpa Tahun.

[3] M.Hasbi Ash Shiddieqy,Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits,Cet. ke7,PT.BulanBintang,Jakarta,1987,h.321-325

[4] M.Hasbi Ash Shiddieqy,ibid.,h.,325-326

[5] Al-Qur’an Dan Terjemahnya,Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-hap Asy Syarif,Madinah Munawaroh,1971,h.115

[6] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/77, 91), Ibnu Hibban (no. 1256 al-Mawaarid) dan al-Hakim (II/181). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Irwaa-ul Ghaliil (VI/350).Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[7] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2117), Ibnu Hibban (no. 1262 al-Mawaarid) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (I/221, no. 724), dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu. Dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiihul Jaami’ (no. 3300). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[8] Berdasarkan hadits yang diriwauyatkan oleh al-Bukhari (no. 5087) dan Muslim (no. 1425). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.



[9] Al Hafid Hajar Al-Asqolani;Bulugul Marom Min Adlilatil Ahkam,perc.Toha Putra Semarang,Tanpa Tahun,h.204 Hadis ke 1008

[10] M.Hasbi Ash Shiddieqy,Loc.Cit..,h.,320-321

[11] Al-Mughni (IX/129-134), cet. Darul Hadits. Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[12] Fat-hul Baari (IX/187). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[13] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2083), at-Tirmidzi (no. 1102), Ibnu Majah (no. 1879), Ahmad (VI/47, 165), ad-Darimi (II/137), Ibnul Jarud (no. 700), Ibnu Hibban no. 1248-al-Mawaarid), al-Hakim (II/168) dan al-Baihaqi (VII/105) dan lainnya, dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Hadits ini dishahihkan Syaikh al-Albani dalam kitabnya Irwaa-ul Ghaliil (no. 1840), Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1524) dan Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 880). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[14] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (VI/196, no. 10473), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XVIII/142, no. 299) dan al-Baihaqi (VII/125), dari Shahabat ‘Imran bin Hushain. Hadits ini dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7557). Hadits-hadits tentang syarat sahnya nikah wajib adanya wali adalah hadits-hadits yang shahih. Tentang takhrijnya dapat dilihat dalam kitab Irwaa-ul Ghaliil fii Takhriij Ahaadiits Manaris Sabil (VI/235-251, 258-261, no. 1839, 1840, 1844, 1845, 1858, 1860). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[15] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (5130), Abu Dawud (2089), at-Tirmidzi (2981), dan lainnya, dari Shahabat Ma’qil bin Yasar radhiyallaahu ‘anhu. Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[16] Fat-hul Baari (IX/187). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[17] Al-Umm (VI/35), cet. III/Darul Wafaa’, tahqiq Dr. Rif’at ‘Abdul Muththalib, th. 1425 H. Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.



[18] l-Muhalla (IX/451). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[19] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5136), Muslim (no. 1419), Abu Dawud (no. 2092), at-Tirmidzi (no. 1107), Ibnu Majah (no. 1871) dan an-Nasa-i (VI/86). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.



[20] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2096), Ibnu Majah (no. 1875). Lihat Shahih Ibni Majah (no. 1520) dan al-Wajiiz (hal. 280-281). Dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/2183/slash/0 oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,di poskan oleh militiaman pada 10-20-2008, 06:28,Download,5 April 2009 Pukul 09.10.

[21] Al Hafid Hajar Al-Asqolani,Loc.Cit.,h.204

[22] Keterangan Riwayat Hidup Sama seperti yang telah disebutkan diatas

[23] Drs.H.Moh.Rifa’I,Ilmu Fiqih Islam Lengkap,CV.Toha Putra,Semarang,1978,h.,461

[24] Drs.Isnandar,M.Hum,Fiqih HAM Dalam Perkawinan,CV.Fauzan Inti Kreasi,2004.,h.55

[25] Al Hafid Hajar Al-Asqolani;Bulugul Marom Min Adlilatil Ahkam,perc.Toha Putra Semarang,Tanpa Tahun,h.204 Hadis ke 1099.,h.223

[26] Hafid Hajar Al-Asqolani,ibid.,h.240

[27] Hafid Hajar Al-Asqolani,ibid.,h.242

Selengkapnya...
Diposkan oleh abdul rohim,s.hum

Comments :

0 komentar to “kualitas hadits-hadits perkawinan”


Posting Komentar